Minggu, 05 Mei 2013

{Review 1.2} PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SOFTWARE PROGRAM KOMPUTER DI INDONESIA


Hasbir Paserangi
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar
Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 10 Makassar



Nama          : Fitri Oktaviani
NPM          : 22211922
Kelas          : 2EB08


Hasil Penelitian

Pengaturan hak Cipta Yang Mencerminkan Prinsip-Prinsip Dalam TRIPs
          Peratutran perundang-undangan di bidang HKI mengikuti laju perkembangan teknologi, industri dan perdagangan. Konvensi Berne untuk Perlindungan Karya Sastra dan Seni (Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works) telah beberapa kali diubah, yaitu tahun 1908, 1928, 1948 dan 1971. Hal seperti ini pun dialami oleh Indonesia.
          Contohnya, Indonesia sudah empat kali merevisi UU Hak Cipta, dimulai dengan UU No. 6 Tahun 1982, UU No. 7 Tahun 1987, UU No. 12 Tahun 1997 dan terakhir UUHC. Sama halnya dengan Cina pada tahun 2001 telah merevisi UUHC (1991) dan kemudian 1 Januari 2002 mulai memberlakukan Peraturan Perlindungan Piranti Lunak Komputer sebagai pelengkap UUHC (2001).
  
Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Cipta
          M. Djumhana menjelaskan bahwa doktrin-doktrin yang berkembang dalam perlindungan Hak Cipta yaitu : 1) Doktrin Publisitas (Right of Publicity); 2) Making Available Right and Merchandising Right; 3) Doktrin Penggunaan yang Pantas (Fair Use/Fair Dealing); 4) Doktrin Kerja Atas Dasar Sewa (The Work Made for Hire Doctrine); 5) Perlindungan (Hak) Karakter; 6) Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowledge); 7) Cakupan-cakupan Baru dalam Perlindungan Hak Cipta; 8) Software Free, Copyleft, Open Source.
           UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mencakup: 1) perlindungan terhadap database; 2) pengaturan tentang penggunaan sarana informasi teknologi seperti cakram optik (optical disc); 3) pencantuman hak informasi manajemen elektronika dan sarana kontrol teknologi; 4) perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi dan juga mekanisme pengawasan perlindungan tersebut.
          Menurut F.W.Grosheide, Professor Intellectual Property Law Faculty of Law, Economics and Governance Mollengraaff Institute of Privat Law Utrecht University, menjelaskan bahwa perkembangan perlindungan terhadap karya cipta software / program komputer dimulai dari Konversi Bern tahun 1971. Digolongkannya program komputer sebagai hasil karya yang berbasis teks atau tulisan (Literary Works) menurut Konversi Bern karena adanya proses penulisan kode-kode perintah (coding) dari pencipta yang memerlukan selain penguasaan pengetahuan yang cukup dalam teknik dan bahasa pemrograman juga kesabaran dalam penulisan kode-kode tersebut, sehingga menghasilkan source code yang berupa teks yang hanya dapat dimengerti oleh ahlinya.

Free Software, Copyleft, Open Source
          Menurut Budi Rahardjo, gerakan copyleft merupakan gerakan anti terhadap copyright. “Copyleft” merupakan pelesetan dari kata “copyright”, di mana kata “right” (yang diartikan sebagai kanan) digantikan “left” (yang diartikan sebagai kiri). Selain itu, “left” juga diartikan sebagai “ditinggalkan” di mana karya yang copyleft tersebut harus ditinggalkan dalam bentuk sebelumnya dan tidak dapat diikutsertakan dalam copyright berikutnya.
          Gerakan free software dimotori oleh Richard Stallman dari MIT yang merasa bahwa software harusnya bersifat free yang maksudnya adalah “software bebas”. Richard Stallman mengimplementasikan free software ini dalam bentuk software-software yang diberi nama GNU.
          Gerakan open source mulai terlihat seiring dengan populernya OS Linux yang dikembangkan oleh Linus Torvals. Sumber dari software yang disebut source code merupakan inti dan fungsi software. Gerakan open source justru membuka source code yang mulanya dianggap sebagai aset bagi sebuah perusahaan software sehingga dia dijaga mati-matian agar tidak dilihat oleh kompetitor dari software-software  yang dikembangkan dapat dilihat oleh siapa pun. Perlu diingat bahwa software yang open source bukan berarti harus gratis (tidak bayar) dan masih bisa menggunakan perlindungan copyright (bahwa code ini hak ciptanya dimiliki oleh programmer).
          Berdasarkan data survey International Data Cororation (IDC) tahun 2007, Indonesia berada pada urutan ke 12 dari 108 negara dengan angka penggunaan software ilegal mencapai 84%. Ini menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya yakni tahun 2006 yang mencapai 85%. Meskipun begitu, tingkat pembajakan software ilegal hanya bisa dikurangi 1% saja dalam waktu satu tahun dari tahun 2006-2007. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pembajakan software masih tinggi di Indonesia.
          Presiden Brazil, Luiz Inacio Lula da Silva, mencanangkan negaranya untuk menggunakan software open source agar dapat menghemat penggunaan uang negara. Hal ini juga pernah dicanangkan oleh bangsa Indonesia dengan program IGOS (Indonesian Go Open Source), namun hingga saat ini tidak jelas bagaimana kelanjutan program ini.






SUMBER JURNAL : http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/13_Hasbir%20Paserangi.pdf

Tidak ada komentar: